Jumat, 28 September 2007

हेर्कुलानुस अगुस

Briyan Anak Brilian yang Fenomenal

Herkulanus Agus


Kebahagiaan sedang menerpa keluarga besar SD Suster dan sanggar kreatif Khatulistiwa Children Fun Art Khatulistiwa. Anak asuhnya Briyan Jevoncia siswa kelas 2 SD mengukir sejarah fenomenal internasional.
“Keberhasilan anak-anak KHACHIFA tidak diperoleh dengan cepat dan mudah, mereka sudah cukup lama berlatih dan bekerja keras untuk menghasilkan gambar yang bagus,” ungkap tim kreatif Khatulistiwa Children Fun Art (KHACHIFA) Ary Pudyanti yang didampingi Manejernya Eva Dolorosa, Sabtu (22/9) kemarin.
Briyan Jevoncia siswa kelas 2 SD Swasta Suster Pontianak adalah contoh siswa yang berhasil sejagad. Ia yang brilian mendapat juara 1 lomba desain perangko Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan tema "We Can End Poverty" untuk peringatan dekade pertama hari internasional "Education for Poverty". Prestasinya membuat orang terpana. Karena keberhasilannya di dalam menyisihkan ribuan peserta di tingkat "International Children Art Competition" usia 6-15 tahun dari seluruh dunia.
“Briyan adalah salah satu binaan yang mendapat predikat terbaik dunia,” terang Ari.
Bagaimana trik KHACHIFA membuat siswa-siswinya berhasil? Menurut Ari, pola pembinaan yang dilakukan dalam lembaganya menggunakan pola diskusi. Siswa dilatih untuk mendengarkan dan mengungkapkan kelebihan yang mereka pikirkan. Pola ini sebenarnya sangat sederhana. Hampir sama dengan pembinaan orang dewasa. Hanya saja di Kalbar pelaksanaannya masih terbatas. Dengan pola keterbukaan ini mengalir diskusi yang dibicarakan secara bersama-sama. Misalnya desain Bryan yang mengangkat kisah ibunya yang pernah menjadi penjahit baju untuk dituangkan dalam selembar kertas ukuran A4. Dalam desain tersebut, digambarkan seorang ibu yang tengah menjahit dibantu sejumlah anaknya baik laki-laki maupun perempuan. Sisa kain hasil jahitan yang tidak digunakan dibuat beragam kerajinan menarik seperti bunga maupun boneka.
Pola binaan ini juga diberikan kepada siswa-siswi lainnya yang berjumlah 30 orang.
“Pola seperti ini sebenarnya yang ingin kita terapkan,” terang Ari.
KHACHIFA merupakan sebuah kelompok belajar yang diasuh Ibu Ary Widhiasmoro. Sebuah kelompk belajar di mana anak-anak belajar dalam suasana kekeluargaan yang menyenangkan.
Karena prestasi tersebut Bryan diundang PBB ke Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat bertepatan saat peringatan hari internasional "Education for Poverty" pada 17 Oktober mendatang.
Namun hingga kini pihak KHACIFA belum mendapat kepastian dari Pemerintah. Karena di dalam MoU, keberangkatan pemenang sepenuhnya ditanggung negara. “Kita masih menunggu kepastiannya,” papar mereka.
Di samping Briyan terdapat puluhan anak binaan KHACIFA yang berhasil. Yaitu dalam Toyota Dream Car Art Contest di Jepang dengan the Third Winner. Mereka adalah Aliyarosa Taqwaaariva, SD Al Azhar kelas 4. Risang Dewandaru Samudro SD Muhammadiyah 2 kelas 4. Iona Aveline Joy SD Karya Yosef kelas 3. Alfredo SD Karya Yosef kelas 3.
International Childrens Painting on the environment-UNEP, Tromso, Norway, Juara 4 tingkat dunia Wellinda dari SMP Santo Petrus Pontianak kelas 7. Special Winner Save the sea word Bellinda dari SMP Santo Petrus Pontianak kelas 7. Finalis se-Asia Fasifik Aulia Syaffitri dari SMPN 3 Pontianak kelas 8. Alyyarosa Taqwaariva dari SD Al Azhar kelas 4. Wikan Widhiary Bagaskoro siswa SMPN 10 kelas 7. Shirleen Winona siswa SMA Santo Petrus Pontianak kelas 10. Aileen Aurelia siswa SD Karya Yosef kelas 3. Bryan Jevoncia siswa SD Suster kelas 2.
An art competition for children to design a un stamp on the thema “we can and poverty” Now York. Untuk winning satam design atas nama Bryan Jevoncia. Merit Certificates winners Alyrosa Taqwaariva, Stefanny Dian Sari, Wellinda Tjan, Rida Asananda. Untuk certtificates of recognition diraih Novella Permata Sari dan Risang Dewandaru Samudro. Selanjutnya International Atomic Energy Agency) Children’s Painting Compettition, di Viena Austria Alyarosa Taqwaariva siswa SD Al-Azhar kelas 4 keluar sebagai top word 12 finalist. □

पेंदिदिकन

“Gejala Malas membaca”

Herkulanus Agus

Menulis dan membaca hampir tidak dapat dipisahkan, ada hubungan pertautan yang penting di antara keduanya. Untuk bisa menulis buku orang harus rajin membaca, terutama buku-buku referensi.
Sekarang ini banyak kalangan yang cemas dengan gejala-gejala “malas membaca”. Padahal lewat membaca, buku ilmu pengetahuan, koran, majalah, pengetahuan bisa bertambah. Wawasan menjadi luas. Untuk mengetahui perbedaan antar negara tidak mesti keliling dunia. Asal rajin membaca, di buku sudah ada semuanya.
“Guru pandai sehari lebih dulu,” ungkap Gulwadi Ilis guru SMPN 4 Sungai Ambawang.
Karena pengetahuan dapat diperoleh dari membaca buku, baik referensi maupun non referensi.
Menurutnya jika ingin tahu tentang semua ilmu harus belajar, terlebih dengan rajin membaca.
Tantowi Yahya dalam Talk Show pengembangan minat baca Nasional di Pontianak Convention Center (PCC), Minggu (13/5) lalu memberikan apresiasi tentang membaca.
Menurutnya orang sukses berkat kebiasaan membaca. Bahkan di Eropa atau Amerika begitu terkenal pendapat, “Many a great man start a newspaper boy.” (Banyak orang-orang besar yang bermula dari dagang koran).
Tantowi yang terkenal sebagai pemandu kuis Who Wants To Be Millionaire. Berpendapat, hanya dua orang yang mampu menembus bonus Rp 500 juta.
“Satu seorang pengasuh pondok pesantren dan satu orang lagi seorang loper koran,” terangnya.
Dijelaskan orang yang memiliki gelar dan titel tinggi justru ‘memble’ ketika berlaga di kuis yang mengandalkan pengetahuan.
Kepala Sekolah SMA Santo Paulus Yusepha, dalam ultah sekolah, mengkritisi situasi dan kondisi Perpustakaan sekolah yang jarang dikunjungi siswa. Perpustakaan itu bisa menampung 70 pembaca. Namun pengunjungnya sangat kurang.
“Seandainya pun ada bisa dihitung dengan jari,” ungkap Yusepha dengan jujur.
Agar siswa bisa bersemangat datang ke SMA Santo Paulus Pontianak. Pihak sekolah juga sudah mengadakan hot spot internet yang bisa di akses di areal perpustakaan.
“Tetapi baru beberapa siswa saja yang menggunakannya,” tambah Yusepha.
Menurut Bruder Gerardus, MTB, persoalan yang sama hampir sama dialami sekolah-sekolah.
“Sekarang kita mempunyai tanggung jawab untuk membangkitkan semuanya,” ungkapnya.